LAPORAN PRAKTIKUM ENZIM



LAPORAN BIOKIMIA ENZIM

BY : MEIDA FAKHRIANA

BAB I
PENDAHULUAN

1.      1 Latar Belakang

Tanpa adanya enzim, kehidupan yang kita kenal tidak mungkin ada. Sebagai biokatalisator yang mengatur semua kecepatan semua proses fisiologis, enzim memegang peranan utama dalam kesehatan dan penyakit. Meskipun dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dengan cara yang tersusun serta teratur sementara homeostasis akan dipertahankan, namun keadaan homeostasis dapat mengalami gangguan yang berat dalam keadaan patologis.

1.      2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah
·      Untuk mengetahui pengaruh temperature terhadap aktivitas amilase saliva
·      Untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas amilase saliva
·      Untuk mengetahui pengaruh jumlah enzim terhadap aktivitas kerja amilase saliva
·      Untuk mengetahui pengaruh jumlah substrat terhadap aktivitas kerja amilase saliva











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.      1 ENZIM
Reaksi kimia yang terjadi dalam sistem biologis selalu melibatkan katalis. Katalis ini dikenal sebagai katalis biologis (biokatalisator) berupa protein yang sangat spesifik yang disebut enzim (Winarno, 1986 )3.
Enzim merupakan biokatalisator yang sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata, dimana reaksi ini tanpa enzim akan berlangsung lambat (Lehninger, 1995)3. Sifat-sifat istimewa enzim adalah kapasitas katalitik dan spesifisitasnya yang sangat tinggi. Disamping itu enzim mempunyai peran dalam transformasi  berbagai jenis energi (Winarno,1986)3.
 Kata enzim berasal dari bahasa Yunani “enzyme” yang berarti “di dalam sel”. Willy Kuchne (1876)3 mendefinisikan enzim sebagai fermen (ragi) yang bentuknya tidak tertentu dan tidak teratur, yang dapat bekerja tanpa adanya mikroba dan dapat bekerja di luar mikroba. Definisi tersebut berubah setelah dilakukan penelitian lanjutan oleh Buchner pada tahun 18973. Enzim dapat diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya seperti hewan dan tumbuhan. Enzim juga dapat diisolasi dalam bentuk murni (Winarno, 1986)3.
Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis. Semua enzim murni yang telah diamati sampai saat ini adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung kepada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energy pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan produknya (Lehninger,1995)3.

E = S               ES                 E + P

E = enzim S = substrat P= Produk

2.      2 STRUKTUR ENZIM
Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Secara ringkas struktur sebuah enzim yang aktif dapat dilihat pada bagan di bawah ini
Enzim(Holoenzim)


Protein                                                 Ko-Faktor
(Apoenzim)                            

Molekul Organik                     Molekul Anorganik
( koenzim)                                           (ion logam)
Contoh : Vitamin, FAD          Contoh : Fe+2, Mn+2

Kofaktor pada beberapa enzim dapat terikat secara lemah atau terikat secara kuat (permanent). Jika kofaktor terikat kuat dengan protein enzim dinamakan bagian prostetik.
Tidak semua enzim memiliki struktur yang lengkap terdiri dari apoenzim dan kofaktor. Contoh enzim ribonuklease pankreas hanya terdiri atas polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi yang lain.

2.      3 SISI AKTIF SUATU ENZIM (ACTIVE SITE)
Sisi aktif enzim (active site) adalah bagian dari molekul enzim tempat berikatannya substrat, untuk membentuk kompleks enzim substrat, dan selanjutnya membentuk produk akhir. Sisi aktif suatu enzim berbentuk tiga dimensi, sering berupa lekukan pada permukaan protein enzim, tempat substrat berikatan secara lemah. Substrat berikatan dengan sisi aktif suatu enzim melalui beberapa bentuk ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan interaksi hidrofobik). Setelah berikatan dengan bagian sisi aktif enzim, substrat bersama-sama enzim kemudian membentuk suatu kompleks enzim-substrat, selanjutnya terjadi proses katalisis oleh enzim untuk membentuk produk. Ketika produk sudah terbentuk enzim menjadi bebas kembali untuk selanjutnya bereaksi kembali dengan substrat.

2.      4 MEKANISME KERJA ENZIM
Dua model telah diusulkan untuk menjelaskan bagaimana enzim berikatan dengan substrat:
1) Model kunci – dan anak kunci yang diusulkan oleh Emil Fisher pada tahun 1894, yang menyatakan bahwa bentuk molekul substrat dengan sisi aktif enzim serupa dengan anak kunci dengan kuncinya.
2) Induced-fit model diusulkan pada tahun 1958 oleh Daniel E. Koshland, Jr. yang menyatakan bahwa terikatnya substrat menyebabkan perubahan konformasi pada bagian sisi aktif enzim.4
(a)                                +
Enzim                    Substrat                      Kompleks Enzim-Substrat
(b)                               +
Enzim                   Substrat                       Kompleks Enzim-Substrat

Gambar  Proses terikatnya substrat pada enzim (a) model anak kunci – kuncinya, (b) induced – fit model

2.      5 SIFAT-SIFAT ENZIM
a.      Enzim Sebagai Katalisator.
Enzim merupakan katalis yang dapat mengubah laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Enzim bersifat khas (spesifik kerjanya) dan aktivitasnya dapat diatur. Tanpa kehadiran enzim, suatu reaksi itu sangat sukar terjadi, sementara dengan kehadiran enzim kecepatan reaksinya dapat meningkat sampai 107 kali. Sebagai contoh, enzim katalase yang mengandung ion besi (Fe) mampu menguraikan 5.000.000 molekul hidrogen peroksida (H2O2) permenit pada 0o C. H2O2 hanya dapat diuraikan oleh atom besi, tetapi satu atom besi akan memerlukan waktu 300 tahun untuk menguraikan sejumlah molekul H2O2 yang oleh satu molekul katalase yang mengandung satu atom besi diuraikan dalam satu detik.
Bagaimanakah Katalisator, termasuk enzim, meningkatkan reaksi kimia?
Suatu reaksi kimia dapat terjadi jika molekul yang terlibat memiliki cukup energi internal untuk membawanya ke puncak bukit energy, menuju bentuk reaktif yang disebut tahap transisi. Energi aktivasi suatu reaksi adalah jumlah energi dalam kalori yang diperlukan untuk membawa semua molekul pada 1 mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat transisi pada puncak batas energi.
Suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan dua cara, yaitu pertama meningkatkan suhu dan kedua dengan memberinya katalis

b.      Enzim itu Suatu Protein
Struktur dari suatu enzim tidak lain adalah protein, karena aktivitas katalitiknya bergantung pada integritas strukturnya sebagai protein, walaupun ada beberapa senyawa yang dapat bertindak sebagai katalis, misalnya RNA.
c.       Enzim itu Khusus
Fungsi enzim itu tertentu, tiap perubahan zat tertentu diperlukan suatu jenis enzim tertentu pula. Misalnya enzim katalase hanya digunakan untuk menguraikan H2O2, amilase hanya untuk mengkatalisis amilum sebagai substratnya.

d.      Enzim ada yang bisa bekerja bolak-balik
Beberapa enzim kerjanya dapat bolak balik, misalnya enzim lipase dapat bekerja untuk mengkatalisis molekul lemak menjadi komponen penyusunnya, yaitu asam lemak dan gliserol atau sebaliknya menyusun lemak dari komponennya.
Lemak « gliserol + asam lemak

2.      6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECEPATAN     REAKSI ENZIM
Perubahan suhu dan pH mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil rekasi enzim juga dapat menghambat kecepatan reaksi.
1.    PENGARUH SUHU.
Suhu rendah yang mendekati titik beku biasanya tidak merusak enzim. Pada suhu dimana enzim masih aktif, kenaikan suhu sebanyak 10OC, menyebabkan keaktifan menjadi 2 kali lebih besar (Q10 = 2). Pada suhu optimum reaksi berlangsung paling cepat. Bila suhu dinaikan terus, maka jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Enzim didalam tubuh manusia memiliki suhu optimum sekitar 37oC. Enzim organisme mikro yang hidup dalam lingkungan dengan suhu tinggi mempunyai suhu optimum yang tinggi.
Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai + 60oC. Ini disebabkan karena proses denaturasi enzim. Dalam beberapa keadaan, jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya akan pulih. Hal ini disebabkan oleh karena proses denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat pelindung dapat mempengaruhi denaturasi pada pemanasan ini.






Hubungan antara aktivitas enzim dan suhu dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar.1. Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi enzim
Pada prakteknya, aktivitas enzimatik diukur pada berbagai suhu (sebagai contoh antara 150C dan 400C). Umumnya, semakin tinggi temperatur, semakin naik laju reaksi baik yang tidak dikatalisis maupun yang dikatalisis oleh enzim.
Namun demikian, enzim merupakan senyawa protein yang sangat peka terhadap perubahan temperatur. Semakin tinggi temperatur akan terjadi perubahan struktur enzim yang diikuti oleh hilangnya aktivitas katalitik dari enzim tersebut. Pada temperatur rendah, laju inaktivasi enzim berjalan lambat dan sangat kecil, sehingga boleh diabaikan.
Di Indonesia, temperatur optimum bagi proses enzimatis dilakukan pada temperatur kamar. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum pada temperatur sekitar 30oC dan denaturasi dimulai pada temperatur 45oC (Winarno,1986).3

2. PENGARUH pH
Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang berlainan, maka sebagian besar enzim didalam tubuh akan menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0 - 9,0, kecuali beberapa enzim misalnya pepsin(pH optimum = 2). Ini disesbabkan oleh :
1. Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
2. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim.
Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila enzim tadi bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya bermuatan positif (SH+) :
Enz- + SH+                        EnzSH
Pada pH rendah Enz- akan bereaksi dengan H+ menjadi enzim yang tidak bermuatan.
Enz- + H+                           Enz-H
Demikian pula pada pH tinggi, SH+ yang dapat bereaksi dengan Enz-, maka pada pH yang extrem rendah atau tinggi konsentrasi efektif SH+ dan enz akan berkurang, karena itu kecepatan reaksinya juga berkurang. Seperti pada gambar berikut.


Gambar.2. Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim


Gambar.3. Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim pepsin dan amilase

3. PENGARUH KONSENTRASI ENZIM
Kecepatan reaksi enzim (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (Enz). Makin besar jumlah enzim makin cepat reaksinya. Lihat pada gambar.
Dalam reaksinya Enz akan mengadakan ikatan dengan substrat S dan membentuk kompleks enzim-substrat, Enzs. EnzS ini akan dipecah menjadi hasil reaksi P dan enzim bebas Enz.

Enz + S           EnzS               Enz + P
Enz + S           Enz + P

Makin banyak Enz terbentuk, makin cepat reaksi ini berlangsung. Ini terjadi sampai batas tertentu.
Gambar.4. Pengaruh konsentrasi enzim terhadap kecepatan reaksi enzimatik

4. PENGARUH KONSENTRASI SUBSTRAT
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan jumlah substrat berlebihan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Sebaliknya jika pH, suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah substrat.



5. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LAIN
Enzim dapat dirusak dengan pengocokan, penyinaran ultraviolet dan sinar-x, sinar-β dan sinar-γ. Untuk sebagian ini disebabkan karena oxidasi oleh peroxida yang dibentuk pada penyinaran tersebut. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh adanya inhibitor seperti obatan-obatan dan sebagainya.
Aktivitas suatu enzim dapat dihambat oleh suatu senyawa yang dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor digolongkan menjadi 2 jenis utama, yaitu: a) yang bekerja secara tidak dapat balik (irreversible), b) yang bekerja secara dapat balik (reversible). Penghambat yang irreversible adalah golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan suatu gugus fungsional pada molekul enzim yang penting bagi aktivitas katalitiknya. Sebagai contoh, adalah senyawa diisoprofilfluorofosfat (DFP), yang menghambat enzim asetilkolinesterase, yaitu enzim yang penting di dalam transmisi impuls syaraf.
Jenis kedua adalah, penghambat enzim yang dapat balik, yang dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: 1) zat penghambat yang bersaingan (kompetitif), 2) zat penghambat yang tidak bersaingan (non-kompetitif). Zat penghambat yang bersaingan itu mempunyai struktur mirip dengan struktur molekul substrat. Suatu penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim, tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dihilangkan dengan meningkatkan konsentrasi substrat.
Sedangkan zat penghambat yang tidak bersaingan (non kompetitif) dapat menempel pada enzim, pada sisi regulasi enzim, sehingga mengubah konformasi molekul enzim, sehingga menyebabkan inaktifasi enzim.






BAB III
METODELOGI

3.1 Metode Praktikum : -
3.2 Prinsip Kerja
            Pati bereaksi dengan enzim amilase saliva pada temperature dan pH tertentu, serta konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat, akan mempengaruhi aktivitas/ laju reaksi kimia yang terjadi.

1.       Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti secara reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim menjadi aktif.
Pada suhu dimana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 100C menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih besar. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila suhu ditingkatkan terus, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 300C sampai 400C dan mengalami denaturasi secara irreversible pada pemanasan di atas suhu 600C.

2.      Pengaruh pH Terhadap aktivitas enzim
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya tergantung pada pH lingkungan. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH optimum, umumnya antara pH 6-0,8. Jika pH rendah atau tingggi, maka dapat menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan aktivitasnya. Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis substrat yang dikatalisis.

3.      Pengaruh Konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
       Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim secara bertingkat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin besar volume atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah substrat yang dikatalisis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang terjadi melalui uji iodium.
4.      Pengaruh Subtrat terhadap aktivitas enzim
       Pada konsetrasi enzim yang tetap, penambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang tetap. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi, sebab telah melampaui titik jenuh enzim.

3.3 Alat dan Bahan
            3.3.1 Alat
·         Tabung reaksi : 12 buah
·         Pipet ukur 5 ml : 3 buah
·         Pipet ukur 1 ml : 1 buah
·         Pipet ball         : 1 buah
·         Thermometer: 1 buah
·         Test plate        : 3 buah
·         Pipet tetes       : 4 buah
·         Kertas label
·         Tisu
·         Serbet
·         Beaker glass    : 1 buah
·         Kaki tiga         : 1 buah
·         Kawat kasa     : 1 buah
·         Mancess          : 1 buah
·         Bunsen            : 1 buah
3.3.2 Bahan


·         Air
·         Aquadest
·         HCl 0,5%
·         Na2CO3 1%
·         Saliva
·         Pati 0,5 %
·         Pati 1 %
·         Pati 1,5%
·         Air es 15oC
·         Larutan iodium



3.4 Prosedur Kerja

A.    Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Masukan 5 ml pati 1% ke dalam 3 buah tabung reaksi, beri label A,B dan C.
1.      Pada tabung A, masukan 0,25 ml saliva saring, lalu masukan ke dalam beaker glass berisi air 15oC. Pertahankan suhu dengan menambah air es. Uji setiap 30 detik pada test plate yang telah berisi iodium. Cari waktu akromatiknya.
2.      Percobaan yang dilakukan pada tabung B sama seperti pada tabung A, hanya saja tabung B segera dimasukkan dalam beaker glass yang berisi air dengan suhu sekitar 40oC, untuk mencegah suhu turun, sediakan air panas. Uji setiap 30 detik dan catat waktu akromatiknya.
3.      Masukan tabung C dalam penangas dengan suhu 60oC, setelah 5 menit, tambahkan 0,25 ml saliva. Uji setiap 30 detik seperti percobaan di atas sampai titik akromatiknya.
Kerjakan masing-masing uji di atas satu-persatu, cari suhu optimal amilase , suhu optimal yang dimaksud adalh tabung dengan waktu akromatik yang paling kecil. Buat kesimpulan aktivitas enzim.

B.     Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Sediakan 3 buah tabung reaksi. Pada tiap-tiap tabung masukan 5 ml pati 1%, beri label A, B dan C.
1.      Pada tabung A, tambahkan 5 ml HCl 0,5% (pH asam)
2.      Pada tabung B, tambahkan 5 ml aquadest (pH netral)
3.      Pada tabung C, tambahkan 5 ml Na2CO3 1% (pH basa)
Pada tabung A tambahkan 0,25 ml saliva, lalu segera masukan ke dalam penangas suhu 40oC. Setiap interval 30 detik, uji dengan iodium sampai mencapai titik akromatik dan catat waktunya. Setelah itu, lakukan hal sama pada tabung B dan C. bandingkan waktunya pada masing-masing percobaan di atas dan buat kesimpulan.

C.     Pengaruh Jumlah Enzim terhadap Aktivitas Kerja Amilase Saliva
Sediakan 3 buah tabung reaksi. Pada tiap-tiap tabung masukan 5 ml pati 1%, beri label A,B dan C. pada tabung A ditambahkan 0,25 ml saliva yang telah disaring dan segera dimasukan dalam penangas air dengan suhu 37oC. Tiap 30 detik, uji pada test plate yang telah berisi iodium. Kerjakan sampai tercapai titik akromatiknya dan catat waktunya. Lakukan percobaan seperti di atas pada tabung B, tapi gunakan saliva 0,5 ml dan tabung C dengan 0,75 ml saliva. Catat waktu akromatik untuk masing-masing percobaan. Buat kesimpulan dari ketiga percobaan tabung A, B dan C jika dihubungkan dengan aktivitas enzim dengan jumlah enzim.

D.    Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Aktivitas Kerja Amilase Saliva
Sediakan 3 buah tabung reaksi. Pada tiap-tiap tabung masukan 5 ml pati 0,5%, 5 ml pati 1% dan 5 ml pati 1,5%. Beri label S1, S2 dan S3. Selanjutnya tambahkan o,25 ml saliva yang telah disaring kemudian inkubasi dalam penangas dengan suhu 37oC, lalu uji iodium dengan test plate setiap 30 detik, catat waktu akromatik masing-masing tabung. Buat kesimpulan dari ketiga percobaan di atas, yaitu hubungkan aktivitas enzim dengan jumlah substrat.












BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.      1 Hasil Pengamatan
Hari/Tanggal Praktikum : Jum’at/20 September 2013
Tempat                              : Laboratorium Kimia Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

1.      Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Tabung A1
 keterangan : waktu akromatiknya adalah 30 detik pada suhu 15oC

Tabung A2
keterangan : waktu akromatik adalah 30 detik pada suhu 40oC

Tabung A3
 keterangan : waktu akromatiknya adalah 150 detik (2 menit, 30 detik) pada suhu 60oC


2.      Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Amilase Saliva

Tabung B2
 keterangan : Waktu akromatik tabung B2 yang ditambahkan 5 ml aquadest adalah 90 detik

Tabung B1 dan B3
 keterangan : hingga tetes ke-20 yang dilakukan pengujian dengan iodium setiap 30 detik, tidak didapat titik akromatik

3.      Pengaruh Jumlah Enzim Terhadap Aktivitas Kerja Amilase Saliva
                  Tabung C1
 keterangan: waktu akromatiknya adalah 60 detik
                 
Tabung C2
 keterangan : waktu akromatiknya adalah 30 detik


Tabung C3
 keterangan : waktu akromatiknya adalah 30 detik

4.      Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Aktivitas Kerja Amilase Saliva
 Tabung D2
Tabung D1
keterangan : waktu akromatik pada tabung D3 adalah 60 detik, pada tabung D2 adalah 90 detik dan pada tabung D1 adalah 120 detik.

4. 2 Pembahasan

1.      Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim
Dari hasil praktikum, diketahui tabung A 30 detik pertama telah diperoleh titik akromatiknya. Pada tabung B pada 30 detik pertama telah diperoleh titik akromatiknya. Sedangkan untuk tabung C, mempunyai titik akromatik dengan waktu 150 detik dengan iodium. Titik akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif (pati sudah hilang).
Hal ini terjadi karena enzim bekerja secara optimum pada suhu tertentu sesuai dengan sifat/karakter dari enzim tersebut. Pada praktikum ini diketahui bahwa suhu 15oC dan 40oC mampu mengaktivasi enzim amilase untuk bekerja secara optimum untuk memecah pati. Enzim amilase bekerja pada suhu kompartemen ± 37˚C.
Pada suhu 40oC enzim amilase masih bekerja aktif mengubah pati menjadi gula yang lebih sederhana (disakarida). Pada suhu 15oC, enzim amilase menjadi inaktif, tetapi kerja enzim sama cepatnya dengan suhu 40oC. Hal ini dapat terjadi, karena terjadinya kesalahan pada saat persiapan sampel pati, saliva maupun karena kenaikan suhu sehingga terjadi bias pada hasil pengamatan.
Enzim merupakan senyawa protein yang sangat peka terhadap perubahan temperatur. Semakin tinggi temperatur akan terjadi perubahan struktur enzim yang diikuti oleh hilangnya aktivitas katalitik dari enzim tersebut. Pada temperatur rendah, laju inaktivasi enzim berjalan lambat dan sangat kecil, sehingga boleh diabaikan.
Menurut Winarno (1986), di Indonesia, temperatur optimum bagi proses enzimatis dilakukan pada temperatur kamar. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum pada temperatur sekitar 30oC dan denaturasi dimulai pada temperatur 45oC.
Dari hal tersebut, maka diketahui, pada suhu 60oC enzim amilase mulai mengalami denaturasi, hal ini dibuktikan dengan reaksi untuk membentuk titik akromatik lebih lama dibandingkan suhu 15oC dan 40oC. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Winarno, jika enzim mulai mengalami denaturasi dan reaksi enzim berjalan lambat dimulai pada temperature 45oC. Selain itu Suhu rendah relatif lebih stabil bagi enzim.

2.      Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Pada tabung A, pH larutan menjadi asam, pH asam ini membuat enzim amilase yang bekerja pada pH=7 (netral) mengalami denaturasi (menjadi tidak aktif karena perubahan pH). Ini dibuktikan dengan test plate, hingga 10 menit pengujian, tidak terbentuk titik akromatik dengan iodium, hal ini menunjukan bahwa amilase telah mengalami denaturasi karena suasana asam, sehingga tidak dapat memecah pati dan tidak membentuk akromatik dengan iodium. Titik akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi negatif (pati sudah hilang).
Sedangkan pada tabung B, suasana netral pada larutan, sehingga enzim amilase yang bekerja pada pH netral membentuk titik akromatik dalam waktu 90 detik dengan iodium, enzim amilase mampu menghidrolisis pati sehingga dapat membentuk titik akromatik dengan iodium.
Pada tabung C, suasana basa pada larutan. Suasana basa ini tidak sesuai untuk enzim amilase yang bekerja pada pH netral (ph=7), sehingga setelah 10 menit diuji dengan iodium tidak didapat titik akromatiknya. Ini terjadi, karena enzim amilase mengalami denaturasi pada suasana basa sehingga enzim amilase tidak dapat menghidrolisis pati dan tidak terjadi titik akromatik dengan iodium.
Pada umumnya enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5-8,0 (Winarno,1986). Enzim  tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya berbeda tergantung sumber enzimnya.
Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang berlainan, maka sebagian besar enzim di dalam tubuh akan menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0 - 9,0, kecuali beberapa enzim misalnya pepsin(pH optimum = 2). Ini disebabkan oleh :
1. Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
2. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim.
Dari hal tersebut, diketahui bahwa enzim bekerja secara optimum sesuai dengan pH-nya. Jika pH larutan tidak sesuai dengan enzim, maka enzim tidak akan bekerja karena mengalami denaturasi dan tidak dapat untuk bekerja mengkatalisis reaksi enzimatis yang terjadi.

3.      Pengaruh Jumlah Enzim Terhadap Aktivitas Kerja Enzim
Pada praktikum ini, dengan konsentarsi substrat yang sama, temperature sama tetapi dengan jumlah enzim yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas enzim.
Pada percobaan ini, tabung C3 dan C2 membentuk titik akromatik dalam waktu 30 detik, dimana tabung C3 memberikan warna lebih akromatik dengan iodium dibandingkan tabung C2. Sedangkan tabung C1 yang berisi 0,25 ml saliva, memberikan titik akromatik pada detik ke-60.
Tabung C2 memiliki waktu pembentukan akromatik yang sama dengan C3, sementara substrat C3 lebih banyak dibandingkan substrat C2. Ini dapat terjadi karena kesalahan perhitungan waktu, kesalahan visual, atau karena enzim telah melalui titik jenuh, sehingga meskipun substrat besar, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi.
Pada konsentrasi substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, kecepatan reaksi enzimatis (V) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (E) sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami kesetimbangan. Pada saat setimbang, peningkatan konsentrasi enzim sudah tidak berpengaruh (Sirajuddin, 2011).
Kecepatan reaksi enzim (v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (Enz). Makin besar jumlah enzim makin cepat reaksinya. Makin banyak Enz terbentuk, makin cepat reaksi ini berlangsung. Ini terjadi sampai batas tertentu.
Dari praktikum diketahui tabung C3 yang memiliki konsentrasi substrat sama dengan tabung C2 dan C1, namun memiliki konsentrasi enzim amilase lebih tinggi dibandingkan dengan tabung lainnya, membentuk titik akromatik lebih cepat dengan iodium yang berarti bahwa enzim bekerja lebih cepat jika konsentrasi enzim meningkat.
Selain itu, tabung C2 juga membentuk titik akromatik pada detik ke-30, tetapi warna akromatik lebih mirip iodium dimiliki oleh tabung C3. Pada tabung C1 titik akromatik terbentuk dalam waktu 60 detik. Hal ini disebabkan tabung C1 mempunyai konsentrasi enzim amilase saliva lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi tabung C2 dan C3.

4.      Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Aktivitas Kerja Amilase Saliva

Pada praktikum ini diketahui, bahwa jumlah substrat berpengaruh pada kerja enzim. Tabung D1 dalam uji test plate dengan iodium membentuk titik akromatik dalam waktu 120 detik. Tabung D2 dalam uji test plate dengan iodium membentuk titik akromatik dalam waktu 90 detik. Sedangkan pembentukan titik akromatik paling cepat, dimiliki oleh tabung D3 yaitu 60 detik.
Pada konsentarsi enzim yang tetap, peningkatan konsentarsi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum (Vmaks) yang tetap. Pada titik maksimum, semua enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga penambahan substrat sudah tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis (Sirajuddin, 2011).
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan jumlah substrat berlebihan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Sebaliknya jika pH, suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah substrat(Suhara, 2010).
Dari praktikum diketahui, bahwa konsentrasi substrat yang meningkat akan mempercepat laju reaksi enzimatis hingga pada titik maksimum, dimana enzim akan jenuh dengan substrat.




BAB V
PENUTUP

5.      1 Kesimpulan
·         Enzim dikenal sebagai katalis biologis (biokatalisator) berupa protein yang sangat spesifik.
·         Tanpa adanya enzim, proses metabolisme dalam makhluk hidup akan berjalan lambat.
·         Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah temperature, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat dan inhibitor.
·         Suhu optimum bagi enzim umumnya adalah 37oC, dan enzim mengalami denaturasi dimulai pada suhu 45oC. Enzim amylase bekerja pada suhu kompartemen ± 37˚C. Pada suhu rendah, enzim dapat menjadi tidak aktif, tetapi tetap dapat bekerja jika temperature sesuai dengan enzim, selain itu suhu rendah relatif lebih stabil untuk enzim. Pada enzim yang masih aktif, kenaikan suhu 10oC akan mempercepat laju reaksi, tetapi jika lebih dari suhu optimumnya, enzim akan kehilangan kemampuan katalisnya karena terdenaturasi pada suhu tinggi.
·         pH sangat mempengaruhi kecepatan reaksi enzim, jika pH sesuai untuk enzim, enzim akan bekerja cepat. Tetapi, jika pH terlalu asam, basa atau tidak sesuai untuk enzim, maka enzim dapat terdenaturasi dan kehilangan kemampuannya untuk mengkatalisis reaksi.
·         Konsentrasi enzim yang meningkat, akan mempercepat laju reaksi. Hal ini terjadi karena konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi enzim. Hal ini terjadi hingga enzim memperoleh kesetimbangan. Jika kesetimbangan telah terjadi, maka penambahan konsentrasi enzim tidak akan berpengaruh lagi.
·         Konsentrasi substrat yang meningkat pada suhu dan konsentrasi enzim yang sama, akan mempercepat laju reaksi. Hal ini terjadi hingga pada titik maksimum, dimana enzim akan jenuh terhadap substrat.


5.      2 Saran
·         Kepada peserta praktikum, diharapkan dapat lebih memahami prosedur dan teliti dalam melakukan praktikum.
·         Kepada pembimbing, diharapkan untuk dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci kepada semua peserta praktikum.

     
      BACA JUGA :





http://genjaku15.blogspot.co.id/2015/10/laporan-karbohidrat-biokimia.html
http://genjaku15.blogspot.co.id/2015/10/laporan-praktikum-biokimia-asam-amino.html


 

 

Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM TEKSTUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA (UJI LIPID DAN KOLESTROL)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA (ASAM AMINO DAN PROTEIN)