LAPORAN PRAKTIKUM ENZIM
LAPORAN BIOKIMIA ENZIM
BY : MEIDA FAKHRIANA
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar
Belakang
Tanpa adanya enzim, kehidupan yang kita kenal tidak mungkin
ada. Sebagai biokatalisator yang mengatur semua kecepatan semua proses
fisiologis, enzim memegang peranan utama dalam kesehatan dan penyakit. Meskipun
dalam keadaan sehat semua proses fisiologis akan berlangsung dengan cara yang
tersusun serta teratur sementara homeostasis akan dipertahankan, namun keadaan
homeostasis dapat mengalami gangguan yang berat dalam keadaan patologis.
1. 2 Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah
·
Untuk mengetahui pengaruh
temperature terhadap aktivitas amilase saliva
·
Untuk mengetahui pengaruh pH
terhadap aktivitas amilase saliva
·
Untuk mengetahui pengaruh jumlah
enzim terhadap aktivitas kerja amilase saliva
·
Untuk mengetahui pengaruh jumlah
substrat terhadap aktivitas kerja amilase saliva
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 ENZIM
Reaksi kimia yang terjadi dalam
sistem biologis selalu melibatkan katalis. Katalis ini dikenal sebagai katalis
biologis (biokatalisator) berupa protein yang sangat spesifik yang disebut
enzim (Winarno, 1986 )3.
Enzim merupakan biokatalisator yang
sangat efektif yang akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara
nyata, dimana reaksi ini tanpa enzim akan berlangsung lambat (Lehninger, 1995)3.
Sifat-sifat istimewa enzim adalah kapasitas katalitik dan spesifisitasnya yang
sangat tinggi. Disamping itu enzim mempunyai peran dalam transformasi berbagai jenis energi (Winarno,1986)3.
Kata
enzim berasal dari bahasa Yunani “enzyme” yang berarti “di dalam sel”.
Willy Kuchne (1876)3 mendefinisikan enzim sebagai fermen (ragi) yang
bentuknya tidak tertentu dan tidak teratur, yang dapat bekerja tanpa adanya
mikroba dan dapat bekerja di luar mikroba. Definisi tersebut berubah setelah
dilakukan penelitian lanjutan oleh Buchner pada tahun 18973. Enzim
dapat diproduksi oleh mikroba atau bahan lainnya seperti hewan dan tumbuhan.
Enzim juga dapat diisolasi dalam bentuk murni (Winarno, 1986)3.
Enzim merupakan senyawa protein yang dapat mengkatalisis
seluruh reaksi kimia dalam sistem biologis. Semua enzim murni yang telah
diamati sampai saat ini adalah protein. Aktivitas katalitiknya bergantung
kepada integritas strukturnya sebagai protein. Enzim dapat mempercepat reaksi
biologis, dari reaksi yang sederhana, sampai ke reaksi yang sangat rumit. Enzim
bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi
sehingga mempercepat proses reaksi. Percepatan reaksi terjadi karena enzim
menurunkan energy pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah
terjadinya reaksi. Enzim mengikat molekul substrat membentuk kompleks enzim
substrat yang bersifat sementara dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan
produknya (Lehninger,1995)3.
E
= S ES E
+ P
E = enzim S = substrat P= Produk
2.
2 STRUKTUR ENZIM
Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis,
bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim.
Secara ringkas struktur sebuah enzim yang aktif dapat dilihat pada bagan di
bawah ini
Enzim(Holoenzim)
Protein
Ko-Faktor
(Apoenzim)
Molekul Organik Molekul
Anorganik
( koenzim)
(ion logam)
Contoh : Vitamin, FAD Contoh : Fe+2, Mn+2
Kofaktor pada beberapa enzim dapat terikat secara lemah atau
terikat secara kuat (permanent). Jika kofaktor terikat kuat dengan protein
enzim dinamakan bagian prostetik.
Tidak semua enzim memiliki struktur yang lengkap terdiri
dari apoenzim dan kofaktor. Contoh enzim ribonuklease pankreas hanya
terdiri atas polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi yang lain.
2. 3 SISI AKTIF SUATU ENZIM (ACTIVE SITE)
Sisi aktif enzim (active site) adalah bagian dari
molekul enzim tempat berikatannya substrat, untuk membentuk kompleks enzim
substrat, dan selanjutnya membentuk produk akhir. Sisi aktif suatu enzim
berbentuk tiga dimensi, sering berupa lekukan pada permukaan protein enzim,
tempat substrat berikatan secara lemah. Substrat berikatan dengan sisi aktif
suatu enzim melalui beberapa bentuk ikatan kimia yang lemah (misalnya interaksi
elektrostatik, ikatan hidrogen, ikatan van der Waals, dan interaksi
hidrofobik). Setelah berikatan dengan bagian sisi aktif enzim, substrat
bersama-sama enzim kemudian membentuk suatu kompleks enzim-substrat,
selanjutnya terjadi proses katalisis oleh enzim untuk membentuk produk. Ketika
produk sudah terbentuk enzim menjadi bebas kembali untuk selanjutnya bereaksi
kembali dengan substrat.
2.
4
MEKANISME KERJA ENZIM
Dua model telah diusulkan untuk menjelaskan bagaimana enzim
berikatan dengan substrat:
1) Model kunci – dan anak kunci yang diusulkan oleh Emil Fisher pada tahun 1894, yang
menyatakan bahwa bentuk molekul substrat dengan sisi aktif enzim serupa dengan
anak kunci dengan kuncinya.
2) Induced-fit model diusulkan
pada tahun 1958 oleh Daniel E. Koshland, Jr. yang menyatakan bahwa terikatnya
substrat menyebabkan perubahan konformasi pada bagian sisi aktif enzim.4
(a) +
Enzim Substrat Kompleks Enzim-Substrat
(b) +
Enzim Substrat Kompleks Enzim-Substrat
Gambar Proses
terikatnya substrat pada enzim (a) model anak kunci – kuncinya, (b) induced –
fit model
2.
5 SIFAT-SIFAT ENZIM
a. Enzim Sebagai Katalisator.
Enzim merupakan katalis yang dapat
mengubah laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Enzim bersifat khas (spesifik
kerjanya) dan aktivitasnya dapat diatur. Tanpa kehadiran enzim, suatu reaksi
itu sangat sukar terjadi, sementara dengan kehadiran enzim kecepatan reaksinya
dapat meningkat sampai 107 kali. Sebagai contoh, enzim katalase yang
mengandung ion besi (Fe) mampu menguraikan 5.000.000 molekul hidrogen peroksida
(H2O2) permenit pada 0o C. H2O2 hanya dapat
diuraikan oleh atom besi, tetapi satu atom besi akan memerlukan waktu 300 tahun
untuk menguraikan sejumlah molekul H2O2 yang oleh satu molekul katalase yang
mengandung satu atom besi diuraikan dalam satu detik.
Bagaimanakah Katalisator, termasuk
enzim, meningkatkan reaksi kimia?
Suatu reaksi kimia dapat terjadi
jika molekul yang terlibat memiliki cukup energi internal untuk membawanya ke
puncak bukit energy, menuju bentuk reaktif yang disebut tahap transisi.
Energi aktivasi suatu reaksi adalah jumlah energi dalam kalori yang diperlukan
untuk membawa semua molekul pada 1 mol senyawa pada suhu tertentu menuju
tingkat transisi pada puncak batas energi.
Suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan dua cara, yaitu
pertama meningkatkan suhu dan kedua dengan memberinya katalis
b. Enzim itu Suatu Protein
Struktur dari suatu enzim tidak lain
adalah protein, karena aktivitas katalitiknya bergantung pada integritas
strukturnya sebagai protein, walaupun ada beberapa senyawa yang dapat bertindak
sebagai katalis, misalnya RNA.
c. Enzim itu Khusus
Fungsi enzim itu tertentu, tiap
perubahan zat tertentu diperlukan suatu jenis enzim tertentu pula. Misalnya
enzim katalase hanya digunakan untuk menguraikan H2O2, amilase hanya untuk
mengkatalisis amilum sebagai substratnya.
d. Enzim ada yang bisa bekerja bolak-balik
Beberapa enzim kerjanya dapat bolak
balik, misalnya enzim lipase dapat bekerja untuk mengkatalisis molekul lemak
menjadi komponen penyusunnya, yaitu asam lemak dan gliserol atau sebaliknya
menyusun lemak dari komponennya.
Lemak « gliserol + asam lemak
2.
6 FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KECEPATAN REAKSI ENZIM
Perubahan suhu dan pH mempunyai pengaruh besar
terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi
enzim dan konsentrasi substrat. Pengaruh aktivator, inhibitor, koenzim dan
konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang
penting. Hasil rekasi enzim juga dapat menghambat kecepatan reaksi.
1.
PENGARUH SUHU.
Suhu rendah yang mendekati titik beku biasanya
tidak merusak enzim. Pada suhu dimana enzim masih aktif, kenaikan suhu sebanyak
10OC,
menyebabkan keaktifan menjadi 2 kali lebih besar (Q10 = 2). Pada suhu
optimum reaksi berlangsung paling cepat. Bila suhu dinaikan terus, maka jumlah
enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Enzim didalam
tubuh manusia memiliki suhu optimum sekitar 37oC. Enzim organisme mikro yang
hidup dalam lingkungan dengan suhu tinggi mempunyai suhu optimum yang tinggi.
Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada
pemanasan sampai + 60oC. Ini disebabkan karena proses denaturasi
enzim. Dalam beberapa keadaan, jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan
kembali aktivitasnya akan pulih. Hal ini disebabkan oleh karena proses
denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat pelindung dapat mempengaruhi
denaturasi pada pemanasan ini.
Hubungan antara aktivitas
enzim dan suhu dapat dilihat pada Gambar berikut.
Gambar.1. Pengaruh suhu
terhadap kecepatan reaksi enzim
Pada prakteknya, aktivitas enzimatik diukur pada berbagai
suhu (sebagai contoh antara 150C dan 400C). Umumnya,
semakin tinggi temperatur, semakin naik laju reaksi baik yang tidak dikatalisis
maupun yang dikatalisis oleh enzim.
Namun demikian, enzim merupakan senyawa protein yang sangat
peka terhadap perubahan temperatur. Semakin tinggi temperatur akan terjadi
perubahan struktur enzim yang diikuti oleh hilangnya aktivitas katalitik dari
enzim tersebut. Pada temperatur rendah, laju inaktivasi enzim berjalan lambat
dan sangat kecil, sehingga boleh diabaikan.
Di Indonesia, temperatur optimum bagi proses enzimatis
dilakukan pada temperatur kamar. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum
pada temperatur sekitar 30oC dan denaturasi dimulai pada temperatur
45oC (Winarno,1986).3
2. PENGARUH pH
Bila aktivitas enzim diukur pada pH yang
berlainan, maka sebagian besar enzim didalam tubuh akan menunjukan aktivitas
optimum antara pH 5,0 - 9,0, kecuali beberapa enzim misalnya pepsin(pH optimum
= 2). Ini disesbabkan oleh :
1. Pada pH rendah atau tingi, enzim akan
mengalami denaturasi.
2. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun
substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan
aktivitas enzim.
Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila
enzim tadi bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya bermuatan
positif (SH+)
:
Enz- + SH+ EnzSH
Pada pH rendah Enz- akan bereaksi dengan H+ menjadi
enzim yang tidak bermuatan.
Enz- + H+ Enz-H
Demikian pula pada pH tinggi, SH+ yang
dapat bereaksi dengan Enz-, maka pada pH yang extrem rendah atau
tinggi konsentrasi efektif SH+ dan enz akan berkurang, karena itu
kecepatan reaksinya juga berkurang. Seperti pada gambar berikut.
Gambar.2. Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim
Gambar.3. Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim pepsin
dan amilase
3. PENGARUH KONSENTRASI ENZIM
Kecepatan reaksi enzim (v) berbanding lurus
dengan konsentrasi enzim (Enz). Makin besar jumlah enzim makin cepat reaksinya.
Lihat pada gambar.
Dalam reaksinya Enz akan mengadakan ikatan
dengan substrat S dan membentuk kompleks enzim-substrat, Enzs. EnzS ini akan
dipecah menjadi hasil reaksi P dan enzim bebas Enz.
Enz + S
EnzS Enz + P
Enz + S
Enz + P
Makin banyak Enz
terbentuk, makin cepat reaksi ini berlangsung. Ini terjadi sampai batas
tertentu.
Gambar.4. Pengaruh konsentrasi enzim terhadap kecepatan
reaksi enzimatik
4. PENGARUH KONSENTRASI SUBSTRAT
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim adalah konstan, dan
jumlah substrat berlebihan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah
enzim yang ada. Sebaliknya jika pH, suhu dan konsentrasi enzim konstan, maka
laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah substrat.
5. PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LAIN
Enzim dapat dirusak dengan pengocokan,
penyinaran ultraviolet dan sinar-x, sinar-β dan sinar-γ. Untuk sebagian ini
disebabkan karena oxidasi oleh peroxida yang dibentuk pada penyinaran tersebut.
Kerja enzim juga dipengaruhi oleh adanya inhibitor seperti obatan-obatan dan
sebagainya.
Aktivitas suatu enzim dapat dihambat oleh suatu senyawa yang dikenal sebagai inhibitor. Inhibitor
digolongkan menjadi 2 jenis utama, yaitu: a)
yang bekerja secara tidak dapat balik (irreversible),
b) yang bekerja secara dapat balik (reversible). Penghambat yang irreversible adalah golongan yang bereaksi dengan, atau merusakkan suatu gugus
fungsional pada molekul enzim yang penting
bagi aktivitas katalitiknya. Sebagai contoh,
adalah senyawa diisoprofilfluorofosfat (DFP),
yang menghambat enzim asetilkolinesterase, yaitu enzim yang penting di dalam transmisi impuls
syaraf.
Jenis kedua adalah, penghambat enzim yang dapat balik, yang
dapat digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: 1) zat penghambat yang bersaingan
(kompetitif), 2) zat penghambat yang tidak bersaingan (non-kompetitif). Zat
penghambat yang bersaingan itu mempunyai struktur mirip dengan struktur molekul
substrat. Suatu penghambat kompetitif berlomba dengan substrat untuk berikatan
dengan sisi aktif enzim, tetapi, sekali terikat tidak dapat diubah oleh enzim
tersebut. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dihilangkan
dengan meningkatkan konsentrasi substrat.
Sedangkan zat penghambat yang tidak bersaingan (non
kompetitif) dapat menempel pada enzim, pada sisi regulasi enzim, sehingga
mengubah konformasi molekul enzim, sehingga menyebabkan inaktifasi enzim.
BAB III
METODELOGI
3.1
Metode Praktikum : -
3.2
Prinsip Kerja
Pati
bereaksi dengan enzim amilase saliva pada temperature dan pH tertentu, serta
konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat, akan mempengaruhi aktivitas/ laju
reaksi kimia yang terjadi.
1. Pengaruh Suhu
Terhadap Aktivitas Enzim
Pada suhu sangat rendah, aktivitas enzim dapat terhenti
secara reversible. Kenaikan suhu lingkungan akan meningkatkan energi kinetik
enzim dan frekuensi tumbukan antara molekul enzim dan substrat, sehingga enzim
menjadi aktif.
Pada suhu dimana enzim masih aktif, umumnya kenaikan suhu 100C
menyebabkan kecepatan reaksi enzimatis bertambah 1,1 hingga 3,0 kali lebih
besar. Pada suhu optimum, kecepatan reaksi enzimatis berlangsung maksimal. Bila
suhu ditingkatkan terus, maka enzim akan mengalami denaturasi, sehingga aktivitas
katalitiknya terhenti. Sebagian besar enzim memiliki suhu optimum 300C
sampai 400C dan mengalami denaturasi secara irreversible pada
pemanasan di atas suhu 600C.
2. Pengaruh pH Terhadap aktivitas enzim
Enzim bekerja pada kisaran pH tertentu dan umumnya
tergantung pada pH lingkungan. Enzim menunjukkan aktivitas maksimal pada pH
optimum, umumnya antara pH 6-0,8. Jika pH rendah atau tingggi, maka dapat
menyebabkan enzim mengalami denaturasi, sehingga menurunkan aktivitasnya.
Terjadinya penurunan aktivitas enzim dapat dilihat dari hasil hidrolisis
substrat yang dikatalisis.
3. Pengaruh Konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim
Pada konsentrasi
substrat tertentu, bertambahnya konsentrasi enzim secara bertingkat akan
menaikkan kecepatan reaksi enzimatis. Dengan kata lain, semakin besar volume
atau konsentrasi enzim, semakin tinggi pula aktivitas enzim dalam memecah
substrat yang dikatalisis. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan warna yang
terjadi melalui uji iodium.
4.
Pengaruh Subtrat terhadap aktivitas enzim
Pada konsetrasi enzim yang tetap, penambahan konsentrasi substrat akan
menaikkan kecepatan reaksi enzimatis sampai mencapai kecepatan maksimum yang
tetap. Penambahan substrat setelah kecepatan maksimum tidak berpengaruh lagi,
sebab telah melampaui titik jenuh enzim.
3.3
Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
·
Tabung reaksi : 12 buah
·
Pipet ukur 5 ml : 3 buah
·
Pipet ukur 1 ml : 1 buah
·
Pipet ball : 1 buah
·
Thermometer: 1 buah
·
Test plate : 3 buah
·
Pipet tetes : 4 buah
·
Kertas label
·
Tisu
·
Serbet
·
Beaker glass : 1 buah
·
Kaki tiga : 1 buah
·
Kawat kasa : 1 buah
·
Mancess : 1 buah
·
Bunsen : 1 buah
3.3.2 Bahan
·
Air
·
Aquadest
·
HCl 0,5%
·
Na2CO3 1%
·
Saliva
·
Pati 0,5 %
·
Pati 1 %
·
Pati 1,5%
·
Air es 15oC
·
Larutan iodium
3.4 Prosedur Kerja
A. Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Masukan
5 ml pati 1% ke dalam 3 buah tabung reaksi, beri label A,B dan C.
1. Pada tabung A, masukan 0,25 ml saliva saring, lalu masukan
ke dalam beaker glass berisi air 15oC. Pertahankan suhu dengan
menambah air es. Uji setiap 30 detik pada test plate yang telah berisi iodium.
Cari waktu akromatiknya.
2. Percobaan yang dilakukan pada tabung B sama seperti pada
tabung A, hanya saja tabung B segera dimasukkan dalam beaker glass yang berisi
air dengan suhu sekitar 40oC, untuk mencegah suhu turun, sediakan air panas.
Uji setiap 30 detik dan catat waktu akromatiknya.
3. Masukan tabung C dalam penangas dengan suhu 60oC,
setelah 5 menit, tambahkan 0,25 ml saliva. Uji setiap 30 detik seperti
percobaan di atas sampai titik akromatiknya.
Kerjakan
masing-masing uji di atas satu-persatu, cari suhu optimal amilase , suhu
optimal yang dimaksud adalh tabung dengan waktu akromatik yang paling kecil.
Buat kesimpulan aktivitas enzim.
B. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Sediakan
3 buah tabung reaksi. Pada tiap-tiap tabung masukan 5 ml pati 1%, beri label A,
B dan C.
1. Pada tabung A, tambahkan 5 ml HCl 0,5% (pH asam)
2. Pada tabung B, tambahkan 5 ml aquadest (pH netral)
3. Pada tabung C, tambahkan 5 ml Na2CO3
1% (pH basa)
Pada
tabung A tambahkan 0,25 ml saliva, lalu segera masukan ke dalam penangas suhu
40oC. Setiap interval 30 detik, uji dengan iodium sampai mencapai titik
akromatik dan catat waktunya. Setelah itu, lakukan hal sama pada tabung B dan
C. bandingkan waktunya pada masing-masing percobaan di atas dan buat
kesimpulan.
C. Pengaruh Jumlah Enzim terhadap Aktivitas Kerja Amilase
Saliva
Sediakan
3 buah tabung reaksi. Pada tiap-tiap tabung masukan 5 ml pati 1%, beri label
A,B dan C. pada tabung A ditambahkan 0,25 ml saliva yang telah disaring dan
segera dimasukan dalam penangas air dengan suhu 37oC. Tiap 30 detik,
uji pada test plate yang telah berisi iodium. Kerjakan sampai tercapai titik
akromatiknya dan catat waktunya. Lakukan percobaan seperti di atas pada tabung
B, tapi gunakan saliva 0,5 ml dan tabung C dengan 0,75 ml saliva. Catat waktu
akromatik untuk masing-masing percobaan. Buat kesimpulan dari ketiga percobaan
tabung A, B dan C jika dihubungkan dengan aktivitas enzim dengan jumlah enzim.
D. Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Aktivitas Kerja Amilase
Saliva
Sediakan
3 buah tabung reaksi. Pada tiap-tiap tabung masukan 5 ml pati 0,5%, 5 ml pati
1% dan 5 ml pati 1,5%. Beri label S1, S2 dan S3. Selanjutnya tambahkan o,25 ml
saliva yang telah disaring kemudian inkubasi dalam penangas dengan suhu 37oC,
lalu uji iodium dengan test plate setiap 30 detik, catat waktu akromatik
masing-masing tabung. Buat kesimpulan dari ketiga percobaan di atas, yaitu
hubungkan aktivitas enzim dengan jumlah substrat.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
Pengamatan
Hari/Tanggal Praktikum : Jum’at/20 September 2013
Tempat :
Laboratorium Kimia Poltekkes Kemenkes Banjarmasin
1. Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Tabung A1
keterangan : waktu
akromatiknya adalah 30 detik pada suhu 15oC
Tabung A2
keterangan : waktu akromatik adalah 30 detik pada suhu 40oC
Tabung A3
keterangan : waktu
akromatiknya adalah 150 detik (2 menit, 30 detik) pada suhu 60oC
2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Amilase Saliva
Tabung B2
keterangan
: Waktu akromatik tabung B2 yang ditambahkan 5 ml aquadest adalah 90 detik
Tabung B1 dan B3
keterangan
: hingga tetes ke-20 yang dilakukan pengujian dengan iodium setiap 30 detik,
tidak didapat titik akromatik
3. Pengaruh Jumlah Enzim Terhadap Aktivitas Kerja Amilase
Saliva
Tabung
C1
keterangan: waktu
akromatiknya adalah 60 detik
Tabung C2
keterangan : waktu
akromatiknya adalah 30 detik
Tabung C3
keterangan : waktu
akromatiknya adalah 30 detik
4. Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Aktivitas Kerja Amilase
Saliva
Tabung D2
Tabung D1
keterangan : waktu akromatik pada tabung D3 adalah 60 detik,
pada tabung D2 adalah 90 detik dan pada tabung D1 adalah 120 detik.
4.
2 Pembahasan
1.
Pengaruh Temperatur Terhadap
Aktivitas Enzim
Dari hasil praktikum, diketahui
tabung A 30 detik pertama telah diperoleh titik akromatiknya. Pada tabung B
pada 30 detik pertama telah diperoleh titik akromatiknya. Sedangkan untuk
tabung C, mempunyai titik akromatik dengan waktu 150 detik dengan iodium. Titik
akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan larutan iod menghasilkan reaksi
negatif (pati sudah hilang).
Hal ini terjadi karena enzim bekerja
secara optimum pada suhu tertentu sesuai dengan sifat/karakter dari enzim
tersebut. Pada praktikum ini diketahui bahwa suhu 15oC dan 40oC
mampu mengaktivasi enzim amilase untuk bekerja secara optimum untuk memecah
pati. Enzim amilase bekerja pada suhu kompartemen ± 37˚C.
Pada suhu 40oC enzim
amilase masih bekerja aktif mengubah pati menjadi gula yang lebih sederhana
(disakarida). Pada suhu 15oC, enzim amilase menjadi inaktif, tetapi
kerja enzim sama cepatnya dengan suhu 40oC. Hal ini dapat terjadi,
karena terjadinya kesalahan pada saat persiapan sampel pati, saliva maupun
karena kenaikan suhu sehingga terjadi bias pada hasil pengamatan.
Enzim merupakan senyawa protein yang
sangat peka terhadap perubahan temperatur. Semakin tinggi temperatur akan
terjadi perubahan struktur enzim yang diikuti oleh hilangnya aktivitas
katalitik dari enzim tersebut. Pada temperatur rendah, laju inaktivasi enzim
berjalan lambat dan sangat kecil, sehingga boleh diabaikan.
Menurut Winarno (1986), di
Indonesia, temperatur optimum bagi proses enzimatis dilakukan pada temperatur
kamar. Hampir semua enzim memiliki aktivitas optimum pada temperatur sekitar 30oC
dan denaturasi dimulai pada temperatur 45oC.
Dari hal tersebut, maka diketahui,
pada suhu 60oC enzim amilase mulai mengalami denaturasi, hal ini dibuktikan
dengan reaksi untuk membentuk titik akromatik lebih lama dibandingkan suhu 15oC
dan 40oC. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Winarno, jika enzim
mulai mengalami denaturasi dan reaksi enzim berjalan lambat dimulai pada
temperature 45oC. Selain itu Suhu rendah relatif lebih stabil bagi
enzim.
2.
Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Enzim
Pada tabung A, pH larutan menjadi
asam, pH asam ini membuat enzim amilase yang bekerja pada pH=7 (netral)
mengalami denaturasi (menjadi tidak aktif karena perubahan pH). Ini dibuktikan
dengan test plate, hingga 10 menit pengujian, tidak terbentuk titik akromatik
dengan iodium, hal ini menunjukan bahwa amilase telah mengalami denaturasi
karena suasana asam, sehingga tidak dapat memecah pati dan tidak membentuk akromatik
dengan iodium. Titik akromatik yaitu titik saat larutan uji dengan larutan iod
menghasilkan reaksi negatif (pati sudah hilang).
Sedangkan pada tabung B, suasana
netral pada larutan, sehingga enzim amilase yang bekerja pada pH netral
membentuk titik akromatik dalam waktu 90 detik dengan iodium, enzim amilase
mampu menghidrolisis pati sehingga dapat membentuk titik akromatik dengan
iodium.
Pada tabung C, suasana basa pada
larutan. Suasana basa ini tidak sesuai untuk enzim amilase yang bekerja pada pH
netral (ph=7), sehingga setelah 10 menit diuji dengan iodium tidak didapat
titik akromatiknya. Ini terjadi, karena enzim amilase mengalami denaturasi pada
suasana basa sehingga enzim amilase tidak dapat menghidrolisis pati dan tidak
terjadi titik akromatik dengan iodium.
Pada umumnya enzim menunjukkan
aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya
antara pH 4,5-8,0 (Winarno,1986). Enzim
tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH
optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama
sering kali pH optimumnya berbeda tergantung sumber enzimnya.
Bila aktivitas enzim
diukur pada pH yang berlainan, maka sebagian besar enzim di dalam tubuh akan
menunjukan aktivitas optimum antara pH 5,0 - 9,0, kecuali beberapa enzim
misalnya pepsin(pH optimum = 2). Ini disebabkan oleh :
1. Pada pH rendah atau
tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
2. Pada pH rendah atau
tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan
akibat perubahan aktivitas enzim.
Dari hal tersebut,
diketahui bahwa enzim bekerja secara optimum sesuai dengan pH-nya. Jika pH
larutan tidak sesuai dengan enzim, maka enzim tidak akan bekerja karena
mengalami denaturasi dan tidak dapat untuk bekerja mengkatalisis reaksi
enzimatis yang terjadi.
3.
Pengaruh Jumlah Enzim
Terhadap Aktivitas Kerja Enzim
Pada praktikum ini,
dengan konsentarsi substrat yang sama, temperature sama tetapi dengan jumlah
enzim yang berbeda akan mempengaruhi aktivitas enzim.
Pada percobaan ini,
tabung C3 dan C2 membentuk titik akromatik dalam waktu 30 detik, dimana tabung
C3 memberikan warna lebih akromatik dengan iodium dibandingkan tabung C2.
Sedangkan tabung C1 yang berisi 0,25 ml saliva, memberikan titik akromatik pada
detik ke-60.
Tabung C2 memiliki waktu
pembentukan akromatik yang sama dengan C3, sementara substrat C3 lebih banyak
dibandingkan substrat C2. Ini dapat terjadi karena kesalahan perhitungan waktu,
kesalahan visual, atau karena enzim telah melalui titik jenuh, sehingga
meskipun substrat besar, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi.
Pada konsentrasi substrat tertentu,
bertambahnya konsentrasi enzim akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.
Dengan kata lain, kecepatan reaksi enzimatis (V) berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim (E) sampai batas tertentu, sehingga reaksi mengalami
kesetimbangan. Pada saat setimbang, peningkatan konsentrasi enzim sudah tidak
berpengaruh (Sirajuddin, 2011).
Kecepatan reaksi enzim
(v) berbanding lurus dengan konsentrasi enzim (Enz). Makin besar jumlah enzim
makin cepat reaksinya. Makin banyak Enz terbentuk, makin cepat reaksi ini
berlangsung. Ini terjadi sampai batas tertentu.
Dari praktikum diketahui tabung C3
yang memiliki konsentrasi substrat sama dengan tabung C2 dan C1, namun memiliki
konsentrasi enzim amilase lebih tinggi dibandingkan dengan tabung lainnya,
membentuk titik akromatik lebih cepat dengan iodium yang berarti bahwa enzim
bekerja lebih cepat jika konsentrasi enzim meningkat.
Selain itu, tabung C2 juga membentuk
titik akromatik pada detik ke-30, tetapi warna akromatik lebih mirip iodium
dimiliki oleh tabung C3. Pada tabung C1 titik akromatik terbentuk dalam waktu
60 detik. Hal ini disebabkan tabung C1 mempunyai konsentrasi enzim amilase
saliva lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi tabung C2 dan C3.
4. Pengaruh Jumlah Substrat Terhadap Aktivitas Kerja Amilase
Saliva
Pada praktikum ini diketahui, bahwa
jumlah substrat berpengaruh pada kerja enzim. Tabung D1 dalam uji test plate
dengan iodium membentuk titik akromatik dalam waktu 120 detik. Tabung D2 dalam
uji test plate dengan iodium membentuk titik akromatik dalam waktu 90 detik.
Sedangkan pembentukan titik akromatik paling cepat, dimiliki oleh tabung D3
yaitu 60 detik.
Pada konsentarsi enzim yang tetap,
peningkatan konsentarsi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi enzimatis
sampai mencapai kecepatan maksimum (Vmaks) yang tetap. Pada titik maksimum,
semua enzim telah jenuh dengan substrat, sehingga penambahan substrat sudah
tidak akan meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis (Sirajuddin, 2011).
Jika pH dan suhu suatu sistem enzim
adalah konstan, dan jumlah substrat berlebihan, maka laju reaksi adalah
sebanding dengan jumlah enzim yang ada. Sebaliknya jika pH, suhu dan
konsentrasi enzim konstan, maka laju reaksi adalah sebanding dengan jumlah
substrat(Suhara, 2010).
Dari praktikum diketahui, bahwa
konsentrasi substrat yang meningkat akan mempercepat laju reaksi enzimatis
hingga pada titik maksimum, dimana enzim akan jenuh dengan substrat.
BAB
V
PENUTUP
5.
1 Kesimpulan
· Enzim dikenal
sebagai katalis biologis (biokatalisator) berupa protein yang sangat spesifik.
· Tanpa adanya enzim, proses metabolisme dalam makhluk hidup
akan berjalan lambat.
· Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah temperature, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat dan
inhibitor.
· Suhu optimum bagi enzim umumnya adalah 37oC, dan
enzim mengalami denaturasi dimulai pada suhu 45oC. Enzim amylase bekerja
pada suhu kompartemen ± 37˚C. Pada suhu rendah, enzim dapat menjadi tidak
aktif, tetapi tetap dapat bekerja jika temperature sesuai dengan enzim, selain
itu suhu rendah relatif lebih stabil untuk enzim. Pada enzim yang masih aktif,
kenaikan suhu 10oC akan mempercepat laju reaksi, tetapi jika lebih
dari suhu optimumnya, enzim akan kehilangan kemampuan katalisnya karena
terdenaturasi pada suhu tinggi.
· pH sangat mempengaruhi kecepatan reaksi enzim,
jika pH sesuai untuk enzim, enzim akan bekerja cepat. Tetapi, jika pH terlalu
asam, basa atau tidak sesuai untuk enzim, maka enzim dapat terdenaturasi dan
kehilangan kemampuannya untuk mengkatalisis reaksi.
· Konsentrasi enzim yang meningkat, akan
mempercepat laju reaksi. Hal ini terjadi karena konsentrasi enzim berbanding
lurus dengan kecepatan reaksi enzim. Hal ini terjadi hingga enzim memperoleh
kesetimbangan. Jika kesetimbangan telah terjadi, maka penambahan konsentrasi
enzim tidak akan berpengaruh lagi.
· Konsentrasi substrat yang meningkat pada suhu
dan konsentrasi enzim yang sama, akan mempercepat laju reaksi. Hal ini terjadi
hingga pada titik maksimum, dimana enzim akan jenuh terhadap substrat.
5.
2 Saran
· Kepada peserta praktikum, diharapkan dapat lebih
memahami prosedur dan teliti dalam melakukan praktikum.
· Kepada pembimbing, diharapkan untuk dapat
memberikan penjelasan yang lebih rinci kepada semua peserta praktikum.
BACA JUGA :
http://genjaku15.blogspot.co.id/2015/10/laporan-karbohidrat-biokimia.html
http://genjaku15.blogspot.co.id/2015/10/laporan-praktikum-biokimia-asam-amino.html
Comments
Post a Comment